Minggu, 31 Agustus 2008

PASRAMAN WIDYA SHANTA DHARMA


A. LATAR BELAKANG
Keberadaan agama – agama yang ada di dunia ini pada umumnya didasarkan pada Pewahyuan Tuhan Yang Maha Esa yang diterima oleh para pendirinya. Agama – agama itu diwahyukan dengan tujuan untuk mempermulia kehidupan manusia secara lahir dan bathin di dunia dan akhirat. Sebutan atau nama suatu agama biasanya memiliki suatu hubungan yang erat sekali dengan para pendirinya. Sebagai contoh Agama Budha memiliki hubungan yang sangat erat dengan Sidharta Gautama sebagai pendirinya, Agama Kristen memiliki keterkaitan dengan Yesus Kristus sebagai pendirinya. Berbeda dengan agama – agama tersebut, Agama Hindu tidak memiliki keterkaitan dengan seorang Maharsi penerima wahyu sebagai pendirinya, karena dalam Agama Hindu Wahyu Tuhan Yang Maha Esa itu diterima oleh banyak Maharsi. Para tokoh menyatakan bahwa sebutan Hindu itu berasal dari kata “Shindu”, yaitu nama sebuah sungai di wilayah India bagian Barat Daya yang sekarang dikenal dengan nama ‘Punjab” ( artinya daerah lima aliran sungai ).
Diperkirakan tahun + 6000 SM datanglah Bangsa Arya dari daratan Eropa bagian Timur ( kemungkinan dari wilayah Hungaria dan Bchomia atau Cekoslowakia ) memasuki daerah India secara bertahap dalam beberapa periode. Bangsa Arya memasuki India melalui celah Kaiber ( Khyber Pass ) yang terdapat diantara pegunungan Himalaya dan Hindu Kush. Bangsa Arya termasuk ras Bangsa Indojerman yang memiliki kegemaran mengembara. Setelah memasuki wilayah India, mereka kemudian menetap di lembah sungai Shindu yang kondisi alamnya sangat menarik dan subur. Sebelum masuknya Bangsa Arya ke India, India telah didiami oleh Bangsa Dravida yang telah memiliki peradaban tinggi. Para ahli berhasil menemukan bekas – bekas peradaban Bangsa Dravida di Kota Harappa dan Mohenjo – Daro. Peradaban / peninggalan yang ditemukan tersebut berkaitan dengan kepercayaan Agama Hindu sampai sekarang, seperti :
- Arca Siwanataraja, yaitu Siwa sebagai raja dari alam semesta.
- Materai yang berisi lukisan Burung Garuda bersama Para Naga yang terdapat dalam Kitab Itihasa.
- Materai yang berisi hiasan orang duduk bersila, bermuka tiga, bertanduk dua, hiasan kepalanya meruncing ke atas, dan dikelilingi oleh beberapa binatang, seperti gajah, lembu, harimau, dan badak. Diperkirakan konsep ini memberikan inspirasi pemujaan kepada Dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pasupati.
- Dan sebagainya.

Kedatangan Bangsa Arya ke Punjab menimbulkan peperangan dengan penduduk asli India, yaitu Bangsa Dravida. Bangsa Dravida berhasil dikalahkan dan terdesak ke selatan. Semula Bangsa Arya mempertahankan kemurnian darah mereka, tetapi kemudian secara perlahan mulai terjadi percampuran darah dan kebudayaan dengan Bangsa Dravida. Percampuran darah dan kebudayaan ini menghasilkan kebudayaan baru di lembah Sungai Shindu. Pada masa itu, telah terjalin hubungan dagang dengan Bangsa Yunani dan Persia. Bangsa Persia yang datang ke lembah Sungai Shindu, menyebut kata “Shindu” dengan kata “Hindu”, rupanya Bangsa Persia itu tidak memiliki lafal “S” dalam bahasa mereka, sedangkan Bangsa Yunani menyebut “Shindu” dengan sebutan “Indo”. Adanya pembauran budaya dan kepercayaan antara Bangsa Arya dan Bangsa Dravida dalam perkembangannya kemudian, rupanya mengalami kemajuan yang amat pesat sampai pada munculnya Agama Hindu di lembah Sungai Shindu. Semua bentuk budaya dan kepercayaan yang ada pada masa itu, dirangkul dan mengalami penyempurnaan dalam Agama Hindu. Hal ini dimungkinkan karena Agama Hindu bersifat “universal”dan “feksibel”.
Di Bali Agama Hindu yang penganutnya sekitar 80% dalam pelaksanaannya juga selalu berhubungan dan berkaitan dengan budaya yang berkembang di Bali. Hal ini juga yang menyebabkan pelaksanaan keagamaan di Bali tidak terlepas dari “Tri Hita Karana”. Bagi Umat Hindu di Bali, kehidupan beragama sangat penting dan merupakan suatu keharusan, karena tujuan Agama Hindu adalah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat ( Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma ). Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya rambu – rambu atau aturan – aturan, sehingga tidak terjadi benturan – benturan antara satu dengan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut, peranan agama sangat diperlukan dalam kehidupan ini. Secara umum dapat dikatakan peranan / fungsi Agama Hindu dalam kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Agama memberikan pengetahuan tentang tujuan dan cara hidup, sehingga manusia tahu untuk apa sebenarnya dia hidup dan apa yang seharusnya dia lakukan.
2. Agama memberikan motivasi untuk berbuat baik. Agama tidak cukup hanya diketahui, namun hendaknya diamalkan dalam kehidupan sehari – hari.
3. Agama sebagai obat. Kenyataan manusia yang paling intelek dan rasional pun pada suatu saat ingin lari dari kenyataan lahiriah, ingin melupakan kemelut duniawi, maka dari itu agama dijadikan alat peredam gejolak bathin seseorang yang dirundung duka.
4. Agama memberikan ketenteraman hati, membebaskan orang dari kecurigaan dan ketakutan yang berlarut – larut. Dengan percaya Tuhan yang menentukan hidup dan mati ini, maka seorang Pemeluk Agama menjadi berani dan tegar.
Dari kumpulan beberapa individu yang memahami tujuan Agama Hindu dan pentingnya peranan / fungsi Agama Hindu itu, kemudian memdirikan “Pasraman Widya Shanta Dharma”. Di samping itu, Pasraman ini berdiri karena permasalahn umat yang sangat kompleks. Permasalahan – permasalahan tersebut secara logika dan penalaran pikiran manusia tidak dapat diselesaikan, maka mereka mencari jalan pemecahannya adalah dengan mendatangi “Sang Sulinggih”. Sang Sulinggih memberikan pencerahan berdasarkan Sastra – sastra Hindu, sehingga terdapatlah kedamaian dari umat yang sebelumnya mengalami kedukaan tersebut. Apalagi di jaman sekarang ini merupakan “Jaman Kaliyuga”, untuk menghadapi jaman tersebut, maka kita hendaknya membentengi diri dengan Ajaran – ajaran Agama Hindu secara baik dan benar. Pasraman Widya Shanta Dharma itu sendiri mempunyai arti sebagai berikut :
Widya……………………………….Jalan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Shanta ( Shanti )…………………….Kedamaian.
Dharma……………………………..Ajaran – ajaran Dharma ( Agama Hindu ).
Pasraman itu sendiri merupakan suatu organisasi yang di dalamnya terdapat ; Kepengurusan, Peraturan Pasraman, Syarat Anggota, Sanksi, Program Kerja, Kegiatan yang sudah terlaksana, Tempat Pertemuan / Dharmatula, dan sebagainya yang terkait.
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari Pasraman Widya Shanta Dharma adalah :
1. Untuk dapat mengamalkan Ajaran – ajaran Agama Hindu secara benar.
2. Untuk membentengi diri dari pengaruh Jaman Kaliyuga.
3. Untuk mendapatkan tujuan dari Agama Hindu ( Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma ).
4. Untuk menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan diantara Umat Beragama.
5. Sebagai tempat untuk pendidikan Budi Pekerti / Etika dan pengembangan Budaya Hindu Bali.
6. Sebagai tempat untuk meningkatkan kualitas diri dan pengendalian diri.
C. MANFAAT
Adapun manfaat dari Pasraman Widya Shanta Dharma adalah :
1. Sebagai tempat umat menyampaikan permasalahan dalam diri / keluarga dan masyarakat dalam hal Agama Hindu.
2. Dapat menjalin rasa senasib sepenanggungan ( Tat Wam Asi ).
3. Dapat menyalurkan kemampuan yang dimiliki dalam hal Agama Hindu dan Budaya Hindu, seperti : mawirama, membuat banten, berbicara dalam Bahasa Bali Alus, dan sebagainya.
4. Dapat menyadari diri sebagai manusia, bahwa sangat beradab dan sangat mempunyai arti.
5. Dapat menyadari bahwa hanya perbuatan baiklah yang dapat mengantarkan kita pada kebahagiaan lahir dan bathin.
D. VISI DAN MISI
VISI : Menjadikan Pasraman Widya Shanta Dharma sebagai wadah untuk mengembangkan Agama Hindu dan Budaya Hindu agar tercapai kedamaian, kebahagiaan, dan kesucian lahir dan bathin.
MISI : Melaksanakan Agama Hindu dan Budaya Hindu sebagai pedoman dalam berfikir, berkata, dan berbuat.
E. KEPENGURUSAN
Pasraman Widya Shanta Dharma adalah merupakan suatu organisasi “Sosial Keagamaan”, di mana susunan kepengurusannya adalah sebagai berikut :
1. Penanggung - Jawab / Mahaguru : Ida Pandita Empu Nabe Parama Yogi Swara ( Griya Gede Manik Mas Grokgak Gede – Tabanan ).
2. Ketua : Agus Muriawan .P. SST. Par ( Wongaya Gede – Tabanan ).
3. Sekretaris : I Putu Darmayasa ( Pandak Gede – Tabanan ).
4. Bendahara : I Putu Suyasa, A. MdP ( Sesandan – Tabanan ).
5. Dibantu oleh koordinator / sentral.
F. PERATURAN PASRAMAN
Peraturan ini harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh individu yang menjadi anggota pasraman. Adapun peraturan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Percaya dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
2. Memahami dan melaksanakan Ajaran Weda ( Dharma ) dari Sang Mahaguru.
3. Berpedoman pada Awakta Warah Rumuhun.
4. Tidak mempunyai pikiran Aku di Aku / Egoisme.
5. Bukan perkumpulan politik / di luar politik.
6. Tidak melaksanakan “Panca Ma” :
- Mamunyah
- Mamotoh
- Mamadat
- Mamadon
- Mamaling.
7. Tidak menyakiti orang lain / hormat – menghormati.
8. Menjaga nama baik pasraman.
9. Selalu membela kebenaran.
10. Mengutamakan sikap kekeluargaan dalam setiap hal ( Tat Wam Asi ).
11. Mentaati semua peraturan pemerintah.
12. Mentaati peraturan yang sudah diatur dalam pasraman.
G. SYARAT ANGGOTA DAN SANKSI
Pasraman Widya Shanta Dharma adalah merupakan pasraman yang bersifat sosial keagamaan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Siapapun boleh menjadi anggota pasraman, tetapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat menjadi anggota pasraman. Syarat tersebut adalah :
1. Sehat jasmani dan rohani.
2. Beragama Hindu / meyakini Agama Hindu.
3. Mau mentaati Peraturan Pasraman.
4. Lulus seleksi.
Jika syarat tersebut belum dipenuhi atau sudah menjadi anggota pasraman tetapi tidak mentaati peraturan pasraman, maka akan dikenakan “sanksi tegas” terhadap yang bersangkutan dari pasraman. Sanksinya adalah “keanggotaannya dicabut dari pasraman atau dikeluarkan dari pasraman”.
H. HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
Anggota yang tergabung dalam Pasraman Widya Shanta Dharma mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diharapkan dilaksanakan secara selaras, serasi, dan seimbang. Adapun hak dan kewajiban tersebut, antara lain :
HAK ANGGOTA
1. Berhak mendapatkan ilmu / kediatmikan dari Sang Mahaguru.
2. Berhak mendapatkan pengayoman dari Sang Mahaguru.
3. Berhak mengikuti segala kegiatan yang berhubungan dengan pasraman.
4. Berhak untuk mengungkapkan segala permasalahan yang dihadapi.
5. Berhak untuk mendapatkan fasilitas / sarana penunjang pelajaran, seperti : buku – buku / sastra – sastra dan sebagainya.
6. Berhak mendapatkan perhatian dari seluruh anggota pasraman dalam hal suka – duka.
KEWAJIBAN ANGGOTA
1. Wajib mengamalkan dan melaksanakan Ajaran Dharma.
2. Wajib melaksanakan titah / perintah dari Sang Mahaguru.
3. Wajib mentaati segala peraturan yang ada pada pasraman.
4. Wajib membayar iuran yang telah disepakati.
I. PROGRAM KERJA
Program kerja dilaksanakan pada Pasraman Widya Shanta Dharma dibagi menjadi 3 ( tiga ) tahap pelaksanaan, yaitu :
1. Program Jangka Pendek.
2. Program Jangka Menengah.
3. Program Jangka Panjang.
Diharapkan program – program ini bisa terlaksana secara baik, untuk itu harus didukung oleh semua anggota pasraman. Program kerja tersebut adalah :
1. Mengadakan pertemuan setiap minggu.
2. Mengikuti / mengadakan Tirtha Yatra pada hari – hari suci menurut Agama Hindu.
3. Mengadakan Sima Krama.
4. Mengadakan pertemuan pada waktu – waktu tertentu.
5. Medana – Punia.
6. Methirta Yatra ke India.
7. Ngajegang Agama Hindu dan Budaya Hindu.
J. KEGIATAN YANG SUDAH TERLAKSANA
Program kerja yang sudah terlaksana, yaitu :
1. Pertemuan setiap minggu.
2. Mengadakan Sima Krama.
3. Ngayah di Pura – pura pada saat piodalan.
4. Tirtha yatra ke Pura – pura pada saat Hari Suci Agama Hindu.
5. Memberikan pencerahan atau Dharma Wacana ke desa – desa untuk menyadarkan umat Hindu ( khususnya Warga Pasek ) untuk ngelingang “Kawitan”, sehingga ketenteraman dan kedamaian bisa tercapai.
K. TEMPAT PERTEMUAN / DHARMATULA
Demi kelancaran kegiatan Dharmatula dari Sang Mahaguru / Ida Pandita Empu Nabe Parama Yogi Swara dan kegiatan – kegiatan lainnya dari Pasraman Widya Shanta Dharma, seperti : Maparisuda, Malukat, Mapasopati, Meditasi, dan sebagainya, maka dibutuhkan tempat yang suci dan memadai, sehingga di dalam pelaksanaannya akan muncul pikiran jernih, tenang, aura suci, hal tersebut akan berpengaruh positif terhadap lingkungan sekitarnya. Di samping itu untuk memperbanyak buku – buku / sastra – sastra Suci Agama Hindu, Pasraman Widya Shanta Dharma berencana untuk melengkapinya dengan Perpustakaan khusus Agama Hindu. Tempat Pertemuan / Dharmatula adalah di Griya Gede Manik Mas Grokgak Gede Tabanan.
L. LAIN – LAIN
Pasraman Widya Shanta Dharma merupakan pasraman yang bertujuan untuk mengajegkan Agama Hindu dan merupakan pasraman yang baru lahir. Keberadaan pasraman ini masih terdapat kekurangan di sana – sini, sehingga Kami mengharapkan kepada pihak – pihak terkait, khususnya Pemerintah Daerah Tabanan ( Kantor Departemen Agama Kabupaten Tabanan ) agar memberikan dukungan kepada Pasraman Widya Shanta Dharma agar bisa berdiri bahkan pada nantinya bisa berlari untuk tetap menjadikan Agama Hindu sebagai pedoman bagi umatnya sendiri.
Dalam perjalanannya ke depan diharapkan kepada pihak – pihak terkait agar selalu memantau perkembangan pasraman dan tidak segan – segan memberi masukan atau teguran, sehingga apa yang diperlukan dan bagaimana pelaksanaannya bisa dipenuhi sesuai dengan kaidah – kaidah atau aturan – aturan yang telah ditentukan. Sekali lagi, besar harapan Kami agar Pasraman Widya Shanta Dharma ini bisa berkembang dan semakin banyak pasraman – pasraman lain berdiri, maka Agama Hindu yang merupakan Agama Tertua bisa ajeg, khususnya di Bali, sehingga kedamaian dan kebahagiaan dapat dicapai. Sebagai akhir kata, Kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan dari Proposal tentang Pasraman Widya Shanta Dharma.


Tabanan, 10 Juni 2006
Pasraman Widya Shanta Dharma
Penanggung – Jawab / Mahaguru,




Ida Pandita Empu Nabe Parama Yogi Swara

Selasa, 05 Agustus 2008

SMK PARIWISATA DWI TUNGGAL TABANAN-BALI




LATAR BELAKANG
Pembangunan di sektor pariwisata merupakan bagian dari pembangunan nasional dan terkait dengan pembangunan sektor – sektor lainnya. Oleh karena itu keberhasilan sektor pariwisata turut menentukan keberhasilan pembangunan nasional. Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sektor lain yang terkait, sehingga lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan nasional. Dalam pembangunan kepariwisataan harus tetap dijaga terpeliharanya kepribadian bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Kepariwisataan perlu ditata secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan sektor lain yang terkait dalam suatu keutuhan usaha kepariwisataan yang saling menunjang dan saling menguntungkan, baik yang berskala kecil, menengah maupun besar.
Daerah Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia yang sangat populer mengingat daerah Bali memiliki keindahan alam yang sangat bagus, keunikan budayanya, adat – istiadat dan tradisi yang dimilikinya mampu menjadi daya tarik wisatawan. Di samping keindahan alam dan budaya keramahtamahan penduduknya juga memberikan kontribusi terhadap diterapkannya Bali sebagai Daerah Tujuan Wisata ( DTW ). Dapat disadari bersama bahwa yang menjadi objek pariwisata di Bali adalah seluruh daerah Pulau Bali beserta keseluruhan tata kehidupan dan seni budayanya.
SMK Pariwisata Dwi Tunggal Tabanan sebagai sekolah pariwisata mempunyai komitmen untuk turut dalam pengembangan pariwisata dengan cara memberikan keterampilan pariwisata kepada anak – anak bangsa melalui Program Keahlian yang diselenggarakan, yaitu ”Akomodasi Perhotelan” dan ”Tata Boga” serta program – program tambahan yang dimasukkan ke dalam ekstrakurikuler yang tentunya masih berkaitan dengan Bidang Pariwisata, sehingga di samping mereka mempunyai Life Skill juga untuk menumbuhkan jiwa pariwisata di dalam menjaga Ajeg Bali yang sudah sangat sering didengung – dengungkan. Dengan dipahaminya pariwisata sebagai suatu aktivitas yang tidak bisa lepas dengan alam dan lingkungan, maka diharapkan anak didik sejak dini sudah tumbuh pemahaman tentang konsep Hindu, yaitu ”Tri Hita Karana”, sehingga pariwisata di Bali khususnya terus berkembang dan bisa dinikmati oleh anak – anak cucu selanjutnya. Pendidikan dan Latihan di SMK Pariwisata Dwi Tunggal Tabanan juga mempersiapkan anak didik untuk bisa mandiri ( mempunyai jiwa enterpreneurship ) serta mampu untuk menciptakan lapangan kerja sendiri, sehingga esensi dari tujuan didirikan SMK Pariwisata Dwi Tunggal Tabanan sejalan dengan kenyataan di lapangan.
Semoga !!!

VISI DAN MISI
VISI
: Menjadikan SMK Pariwisata Dwi Tunggal Tabanan mampu bersaing secara lokal dan global dengan mengedepankan kemandirian dan berbudi pekerti luhur.

MISI: Menyelenggarakan Pendidikan dan Latihan yang dijiwai oleh keyakinan Ketuhanan yang kuat, semangat pantang menyerah dalam penyelenggaraan serta proses Pendidikan dan Latihan sesuai Program Keahlian yang diselenggarakan.

TUJUAN PROGRAM
SMK Pariwisata Dwi Tunggal Tabanan bertujuan untuk :
1. Menghasilkan tenaga pariwisata yang mandiri dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Menghasilkan tenaga pariwisata profesional yang bisa mengisi lowongan pada industri pariwisata sesuai dengan Bidang Keahlian yang diselenggarakan.
3. Menghasilkan tenaga pariwisata yang mempunyai jiwa enterpreneurship, sehingga bisa menciptakan lapangan kerja sendiri ( Life Skill ).

PROGRAM PENDIDIKAN
SMK Pariwisata Dwi Tunggal Tabanan menyediakan Program Pendidikan dan Latihan dalam Bidang Kejuruan :
1. Akomodasi Perhotelan.
Kejuruan ini melatih para siswa supaya menjadi lulusan yang mampu :
- Bekerja sebagai resepsionis hotel, yaitu menerima tamu tiba dan menghandel tamu berangkat.
- Belerja sebagai penata ruangan hotel ( Room Boy / Room Maid / Houseman / Housemaid ).
- Berkomunikasi dalam Bahasa Inggris hotel.
2. Jasa Boga.
Kejuruan ini diharapkan mampu :
- Bekerja sebagai juru masak hotel / restoran profesional ( cook ).
- Bekerja sebagai pramusaji di restoran hotel / restoran ( waiter / waitress ).
- Bekerja di bagian bar hotel yang mampu meracik minuman ( Mix Drink ).

FASILITAS PENDIDIKAN DAN LATIHAN
Ruang belajar – mengajar yang nyaman, dilengkapi dengan laboratorium komputer, laboratorium kantor depan, laboratorium tata graha, laboratorium restoran, laboratorium dapur yang sesuai dengan Program Keahlian yang diselenggarakan dan sesuai dengan pangsa pasar yang dibutuhkan serta ditunjang dengan ruang baca ( perpustakaan ), dan industri hotel maupun restoran.

TENAGA PENGAJAR
Tenaga pengajar di SMK Pariwisata Dwi Tunggal Tabanan berkualifikasi pendidikan D3 Tata Boga, D2 Tata Hidangan, S1 Keguruan, S1 Pariwisata, S2, dll. Selain itu juga dibantu praktisi pariwisata profesional yang menduduki Jabatan Penyelia pada hotel Bintang 5, seperti Hard Rock Hotel, Le Meridien Hotel, Inna The Grand Bali Beach, dll. Juga ada praktisi tamu yang memberikan ceramah tentang industri pariwisata dan industri perhotelan, seperti : Owner Soka Restaurant, Manajer Mentari Restaurant, dll.

PERSYARATAN PENDAFTARAN
1. Menyerahkan map warna hijau yang dilengkapi dengan :
a. 1 ( satu ) lembar Foto Copy daftar nilai dan STTB yang sudah disahkan.
b. 2 ( dua ) lembar Pas Photo Hitam Putih ( 3 X 4 cm ).
c. Mengisi formulir pendaftaran yang disiapkan oleh panitia.
d. Membayar Uang Pendaftaran sebesar Rp. 10.000,-.
2. Dibawa sendiri oleh calon siswa.
3. Foto Copy STTB bisa menyusul bagi calon yang belum menerima STTB.
4. Pendaftaran dimulai pada bulan Mei 2008 s / d tanggal 16 Juli 2008.

BIAYA PENDIDIKAN
Rincian biaya Pendidikan dan Latihan di SMK Pariwisata Dwi Tunggal Tabanan, sbb :
1. Uang Pendaftaran : Rp. 10.000,- ( sekali ).
2. Uang Masa Orientasi Siswa ( MOS ) : Rp. 35.000,- ( termasuk baju MOS ).
3. Uang OSIS : Rp. 60.000,- per tahun.
4. Uang SPP (mulai Juli) : Rp. 85.000,- per bulan.
5. Dana Pengembangan Pendidikan ( DPP ) : Rp. 350.000,- ( sekali ).
6. Uang Pakaian : Rp. 400.000,- ( sekali ).
7. Uang Praktek : Rp. 250.000,- ( sekali ).
T O T A L K E S E L U R U H A N : Rp. 1.190.000,-

Dana tersebut bisa dicicil dalam 2 ( dua ) tahap, yaitu :
Pada saat pendaftaran dikenakan biaya, yaitu :
- Uang pendaftaran : Rp. 10.000,-
- Uang Masa Orientasi Siswa ( MOS ) : Rp. 35.000,- ( termasuk baju MOS ).
Rp. 45.000,-
1. Tahap I ( dibayar pada saat pendaftaran kembali ), yaitu :
- Uang OSIS : Rp. 60.000,-
- Uang SPP : Rp. 85.000,- ( bulan Juli ).
- Dana Pengembangan Pendidikan ( DPP ) : Rp. 175.000,-
- Uang Pakaian : Rp. 200.000,-
- Uang Praktek : Rp. 125.000,-
Rp. 645.000,-
2. Tahap II ( dibayar pada saat Semester Ganjil, kelas II ), yaitu:
- Uang Pakaian : Rp. 200.000,-
- Uang Praktek : Rp. 125.000,-
- Dana Pengembangan Pendidikan ( DPP ) : Rp. 175.000,-
Rp. 500.000,-

INFORMASI PENDAFTARAN
SMK Pariwisata Dwi Tunggal Tabanan
Jalan Bedahulu No. 2 Tabanan
Telp. ( 0361 ) 819032

Minggu, 25 Mei 2008




BALI SINDROM :
KERUSAKAN DESTINASI WISATA

Pariwisata merupakan industri yang memerlukan ruang, di samping itu aspek psikologis dan motivasi juga sangat berpengaruh. Pariwisata juga merangsang produksi dan membangun suatu ruang/kolonisasi yang spesifik yang mengakomodasi harapan wisatawan tentang suatu daerah dengan pemandangan alam yang unik dan menyediakan suatu liburan yang konsepnya kembali ke alam yang ideal yang dikelola oleh masyarakat lokal dan Tour Operator secara aktif memperkenalkan kepada wisatawan.
Tetapi kenyataannya perkembangan pariwisata yang begitu cepat menyebabkan kerusakan alam apalagi di dalam perkembangannya tidak disertai dengan tata ruang yang jelas. Pembangunan fasilitas pariwisata tidak terkontrol dan terkesan semberawut, terjadi pemandangan yang tidak menarik lagi sangat bertentangan dengan keinginan wisatawan tentang keberadaan suatu destinasi yang tertata dan asri.
Perkembangan pariwisata menggabungkan dua hal yan saling bertentangan, yaitu di satu pihak ingin mempertahankan aspek lokal tetapi di pihak lain harus mengikuti perkembangan global. Hal inilah yang menyebabkan perkembangannya tanpa perencanaan yang jelas karena tuntutan global yang begitu kuat, sehinga tradisi-tradisi lokal dikesampingkan hanya mengejar keuntungan semata, akibatnya pembangunan pariwisata Bali tanpa arah yang jelas.
Bali sudah kehilangan ke-Bali-annya, karena semua aspek sudah dieksploitasi hanya demi kepentingan pariwisata. Bahkan budaya dan spirit yang bersifat sakralpun sudah dikomersialisasikan hanya demi kepentingan pariwisata. Daerah pantai yang merupakan tempat yang sangat diperlukan oleh masyarakat Bali untuk melaksanakan upacara agama sudah dipenuhi oleh bangunan-bangunan hotel dan fasilitas-fasilitas lainnya yang hanya diperuntukkan untuk pariwisata. Masyarakat Balipun sudah mulai terpinggirkan dan lama-kelamaan mungkin akan menjadi orang asing di daerah sendiri, sehingga Bali merupakan “sorga yang hilang”.
Berawal dari reformasi moral dan mental, kita berharap berbagai aturan dapat dilaksanakan secara konsisten. Selama ini, penyakit yang paling parah menggerogoti pariwisata Bali adalah ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan aturan atau perencanaan yang sudah dibuat. Terlalu banyak “kebijaksanaan” dan “perkecualian” yang diambil oleh pemerintah. Kita tahu dan sepakat, bahwa lahan pertanian yang subur hendaknya jangan dikonversi menjadi peruntukan pariwisata atau kegiatan non pertanian. Kenyataannya, ijin tetap dikeluarkan untuk mengkonversi lahan tersebut menjadi lapangan golf. Kita semua tahu, bahwa tinggi bangunan di Bali maksimal 15 meter atau lantai tiga. Tetapi kitapun tahu, ada hotel yang bertingkat di atas sepuluh, tetapi “dibijaksanai”, ketinggiannya diukur dari atas tebing.
Di samping itu, sungai, danau, dan laut banyak dijadikan tempat pembuangan limbah. Ini tentu sangat menyedihkan dan dalam jangka panjang dapat berakibat fatal terhadap perkembangan pariwisata. Kita tahu, tuntutan dunia luar terhadap produk yang ramah lingkungan (environmentally friendly) semakin ketat. Kesadaran untuk menuju pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dan bumi yang lestari (green globe) semakin tinggi. Jangankan untuk produk pariwisata, produk pertanianpun yang dihasilkan dengan cara “:memperkosa” lingkungan tidak akan dibeli. Thailand pernah mengalaminya, hasil tambak udangnya yang mempunyai kualitas sangat bagus tidak laku diekspor karena diketahui bahwa pembudidayaan udang tersebut telah merusak lingkungan.
Untuk pulau kecil seperti Bali, masalah lingkungan ini harus mendapatkan perhatian yang sangat-sangat serius. Pembangunan berbagai fasilitas kepariwisataan pada daerah-daerah yang sensitif harus sangat dibatasi. Apalagi, seperti yang disampaikan pemerhati sekaligus praktisi pariwisata, Dra. Ida Ayu Agung Mas dari Sua Bali, dewasa ini perkembangan fisik pembangunan di pulau Bali sudah menyedihkan. Dari kepeduliannya bertahun-tahun terhadap perkembangan pariwisata, Agung Mas bahkan telah mengajak kita untuk “rethinking tourism”. Memikirkan kembali strategi pembangunan pariwisata kita selama ini. Pujaan dan pujian kita terhadap keberhasilan pembangunan pariwisata Bali mungkin perlu direfleksikan secara jernih, untuk berani mengatakan bahwa ada yang salah selama ini. Diantaranya, kelobaan kita untuk memperkosa lingkungan, termasuk memperkosa daerah aliran sungai, sampai ke ceruk-ceruk lembahnya. Pemerkosaan terhadap lingkungan sungai, bukan saja menyedihkan dari lingkungan fisik, melainkan juga dari aspek budaya. Lembah sungai di Bali sangat banyak menguntai butir-butir peninggalan budaya (situs purbakala), yang mencerminkan peradaban leluhur kita di masa lalu. Sungai, yang dulunya sempat menjadi pusat peradaban leluhur kita, akan tegakah kita obok-obok hanya untuk kepentingan sesaat?
Tanyakan pada orang Bali, apakah mereka mencintai tanaman dengan sepenuh hati? Pasti semuanya menjawab, “Ya, kenapa tidak?” Tanyai mereka, apa buktinya mereka mencintai tumbuh-tumbuhan sepenuh jiwa raga? Mereka dengan gampang menjawab, “Kami punya tradisi Tri Hita Karana, yang menempatkan alam dan manusia sesungguhnya satu, sama-sama ciptaan Tuhan”.
Orang Bali amat bangga dengan tradisi mereka yang memang sangat menghormati alam. Kendati tak banyak yang tahu bagaimana asal usul Tri Hita Karana, namun semua membanggakan falsafah itu. Kepada siapa saja mereka sering berkisah, alam Bali sangat elok, lestari, dikagumi semua wisatawan, karena masyarakatnya punya tradisi menghormati alam. Alam Bali dipuja, tanaman dan hewan menyatu dengan manusia. Fauna punya hari otonan yang disebut tumpek kandang. Bahkan besi punya tumpek landep. Uang pun dihormati punya otonan. Seluruh isi semesta punya hari lahir (otonan). Makrokosmos, semesta raya, merupakan ciptaan Tuhan, seperti juga manusia.
Pokoknya, kalau kita bicara soal tradisi dan falsafah alam dari masyarakat Bali, tak ada satu celah pun untuk mengatakan orang Bali tidak menghormati alam. Tapi jika ada yang bertanya, apakah orang Bali benar-benar menghormati alam dalam tindakan, tentu kita tak bisa segera menjawab, Ya kenapa tidak?” Banyak orang Bali yang menghormati alam hanya sebatas falsafah dan tradisi.
Tetapi, banyak data yang mengungkapkan betapa hutan Bali dalam keadaan sengsara. Namun, pihak kehutanan masih punya program membuat hutan buatan. Sayangnya, di Bali kita hanya punya falsafah menjaga keseimbangan alam, tapi tak punya falsafah yang mengharuskan orang-orang menanam pohon. Tri Hita Karana adalah falsafah menjaga keselarasan alam, tentang pengendalian mengurus alam, bukan falsafah tentang bagaimana semestinya menanam pohon.
Tentu keliru kalau kemudian kita mengkambinghitamkan falsafah luhur itu, jika Bali tak pernah mencapai porsi kawasan hutan ideal. Yang khilaf adalah manusia, yang selalu merasa bangga dengan kata-kata, tetapi miskin tindakan.
Di samping itu, masalah komersialisasi Bali adalah masalah sangat besar dan mendasar. Ia menyangkut bisnis milyaran dollar dalam setahun. Yang terbesar menikmati bisnis ini adalah kaum pedagang, bukan masyarakat Bali umumnya. Sudah sepantasnya orang-orang Bali membuat keseimbangan baru perihal filosofi seni untuk persembahan dan seni komersial. Mendengungkan terus-menerus filosofi seni untuk persembahan sungguh keliru, karena seniman merasa terikat pada sebuah peraturan yang sesungguhnya tak pernah ada. Sudah saatnya masyarakat Bali menghentikan caci-maki kepada seniman yang menjual karyanya dengan harga tinggi. Sering kali kita nelangsa mendengar penari diangkut truk pentas di hotel berbintang, namun pada saat yang sama kita mengkuliahi mereka bahwa berkesenian adalah yadnya, pengorbanan suci.
Semua orang paham, apalagi pelaku turisme, seniman Bali tak akan sanggup jual mahal, karena pada hakekatnya orang Bali bukan masyarakat yang komersial. Namun, kenapa dari hari ke hari selalu saja dunia mencemaskan Bali akan terjerembab ke lumpur komersialisasi? Pada hakekatnya, tanpa disadari, gaya hidup orang Bali telah menyuburkan praktek komersialisasi. Mereka tak pernah mengusir wisatawan, yang untuk itu membayar pada biro perjalanan, untuk menonton upacara adat. Mereka bahkan sangat senang kalau ditonton turis, karena menganggap itu sebuah bentuk, kekaguman. Mereka bisa terkenal ke seluruh dunia, karena foto-foto mereka dipajang di banyak majalah, atau dijadikan kartu pos bergambar.
Yang bersalah dalam komersialisasi Bali sesungguhnya adalah masyarakat Bali sendiri. Orang-orang Bali dengan sadar membiarkan, dan memberi peluang, praktek-praktek komersialisasi itu berlangsung setiap hari di depan mata.

Pariwisata Global

I. PENDAHULUAN

Pariwisata berkembang karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum diketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana, atau untuk mendapat perjalanan baru.

Sesungguhnya, pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri, ditandai oleh adanya pergerakan manusia yang melakukan ziarah dan perjalanan agama lainnya. Sebagai fenomena modern, tonggal-tonggak bersejarah dalam pariwisata dapat ditelusuri dari perjalanan Marcopolo (1254-1324) yang menjelajahi Eropa, sampai ke Tiongkok, untuk kemudian kembali ke Venesia, yang kemudian disusul perjalanan Pangeran Henry (1394-1460), Cristopher Colombus (1451-1506), dan Vasco da Gama (akhir abad XV). Namun, sebagai kegiatan ekonomi, pariwisata baru berkembang pada awal Abad 19 dan sebagai industri internasional pariwisata dimulai tahun 1869 (Crick, 1989; Graburn dan Jafari, 1991).

Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pariwisata memang cukup menjanjikan sebagai primadona “eksport”, karena beberapa ciri positifnya. Dalam suasana di mana terjadi kelesuan perdagangan komuditas, ternyata pariwisata tetap mampu menunjukkan trend-nya yang meningkat secara terus-menerus. Data perkembangan pariwisata dunia menunjukkan bahwa pada saat terjadinya krisis minyak tahun 1970-an, maupun pada saat terjadinya resesi dunia awal tahun 1980-an, pariwisata dunia tetap melaju, baik dilihat dari jumlah wisatawan internasional maupun penerimaan devisa dari sektor pariwisata ini.

Bagi Indonesia, jejak pariwisata dapat ditelusuri kembali kepada dasawarsa awal Abad 20 (tepatnya 1910), yang ditandai dengan dibentuknya VTV (Vereeneging Toeristen Verkeer), sebuah badan pariwisata Belanda, berkedudukan di Batavia. Badan pemerintah ini sekaligus juga bertindak sebagai tour operator dan travel agent, yang secara gencar mempromosikan Indonesia (khususnya Jawa, kemudian Bali). Pada tahun 1926 berdiri pula di Jakarta sebuah cabang dari Lislind (Lissonne Lindeman) yang pada 1928 berubah menjadi Nitour (Nederlandsche Indische Touriten Bureau), sebagai anak perusahaan dari perusahaan pelayaran Belanda (KPM). KPM secara rutin melayani pelayaran yang menghubungkan Batavia, Surabaya, Bali, dan Makasar, dengan mengangkut wisatawan (Spillane, 1989; Vickers, 1989).

Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1946 pemerintah segera membentuk Honet (Hotel National and Tourism), sebuah badan yang diberikan tugas untuk menghidupkan kembali pariwisata, khususnya menangani perusahaan-perusahaan Belanda. Pada 1955 berdiri Natour dan YTI (Yayasan Tourisme Indonesia). Dengan usaha yang keras, badan-badan ini berhasil mengangkat pariwisata Indonesia, sehingga sempat terjadi “demam pariwisata” beberapa tahun lamanya. Kongres I YTI, 12-14 Januari 1957 (disebut pula Munas Tourisme I) melahirkan Dewan Tourisme Indonesia (DTI). Istilah “pariwisata” sendiri lahir belakangan, yaitu pada waktu Munas Tourisme II di Tretes, Jatim 12-14 Juni 1958, di mana “pariwisata” diartikan sebagai international tourism, sedangkan untuk domestic tourism dipopulerkan istilah dharma wisata.

Perpindahan orang untuk sementara ke suatu tujuan di luar tempat tinggal maupun tempat kerjanya yang biasa, serta aktivitas yang dilakukannya selama tinggal di tempat tujuan tersebut dan kemudahan-kemudahan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhannya adalah bagian dari pariwisata.

Wisata menurut UU No. 9/1990 tentang kepariwisataan didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara, serta perjalanan itu sebagian atau seluruhnya bertujuan untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Sedangkan pariwisata segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Seringkali, pariwisata hanya dilihat dalam bingkai ekonomi, padahal ia merupakan rangkaian dari kekuatan ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya yang bersifat global. Memang, pariwisata harus bisa dijual. Namun, pariwisata dapat juga memberikan manfaat dan menyumbang, antara lain kepada :

1. Pelestarian budaya dan adat istiadat,

2. Peningkatan kecerdasan masyarakat,

3. Peningkatan kesehatan dan kesegaran,

4. Terjaganya sumber daya alam dan lingkungan lestari,

5. Terpeliharanya peninggalan kuno dan warisan masa lalu, dan lain-lain.

Harus diakui pula, kadang kala kegiatan pariwisata membawa dampak negatif pada lingkungan alam maupun sosial budaya. Tetapi dalam kegiatan pariwisata yang terkonsep baik dan tertata rapi, dampak “menjual” itu pun dapat diminimalisasi. Konkretnya, pariwisata tidak akan menjual hutan, melainkan keindahan hutannya. Ia tidak akan menjual binatang langka, tetapi ia akan menjual kelangkaan binatang itu, dan seterusnya.

II. PEMBAHASAN

Organisasi Internasional

Organisasi Pariwisata Internasional bermarkas di Spanyol. Organisasi Pariwisata Dunia (WTO) dikenal sebagai organisasi pariwisata yang paling penting di dunia. Di antara banyak tugasnya, organisasi ini berfungsi sebagai konsultan bagi PBB. WTO mempromosikan pariwisata di seluruh dunia, khususnya pada negara-negara yang sedang membangun. WTO mengumpulkan informasi dan bahan-bahan yang dipublikasikan yang berhubungan dengan pola pariwisata dunia mutakhir, melakukan pendekatan pemasaran, dan juga pada kegiatan-kegiatan melindungi budaya dan sumber alam yang ada. Badan ini juga menyelenggarakan program pelatihan dan pendidikan. WTO juga berusaha memudahkan perjalanan internasional dengan berbagai cara : dengan mengurangi jumlah paspor dan visa yang dibutuhkan oleh negara-negara tertentu dan dengan menstandarkan tanda-tanda yang dipergunakan dalam kancah pariwisata internasional.

Sejumlah organisasi internasional menunjukkan keinginannya untuk membiayai pariwisata. Bank Dunia, di Washington, D.C., merupakan pendukung pembangunan pariwisata di negara-negara yang sedang membangun. Akan tetapi, sekarang ini jumlah dana yang dikucurkan untuk pembangunan pariwisata berkurang banyak.

Organisasi untuk Pembangunan dan Kerjasama Ekonomi (OECD) yang beranggotakan Australia, Belgia, Austria, Kanada, Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, Spanyol, Swedia, Switzerland, Turki, Inggris, dan AS, dibentk pada tahun 1960 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara anggota.

Lewat komite pariwisatanya, OECD mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengan pariwisata dan membuat rekomendasi bagi negara-negara anggota. Sebagai tambahan publikasi dan laporan tahunan di bidang pariwisata, organisasi ini juga mempunyai peran aktif dalam mengumpulkan statistik pariwisata dan mendorong penggunaan definisi-definisi yang standar.

Perkembangan Pariwisata Dunia

Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Negara-negara dan teritori, seperti Thailand, Singapore, Filipina, Fiji, Maladewa, Hawaii, Tonga, Galapagos, Barbados, Kepulauan Karibia, dan sebagainya, sangat tergantung pada devisa yang didapatkan dari kedatangan wisatawan. Bagi negara-negara di Kepulauan Karibia, pariwisata merupakan penyumbang terbesar dalam penciptaan pendapatan masyarakat dan negara. Di daerah Kepulauan Karibia, pariwisata telah menciptakan 2,5 juta kesempatan kerja atau sekitar 25% dari total kesempatan kerja pada tahun 2001 (Monsen, 2004). Pariwisata menyumbang US$ 9,2 milyard, atau 5,8% dari total GDP. Tahun 2011 pariwisata diprediksi akan menghasilkan penerimaan sekitar 18,7 milyard (Duval, 2004). Bagi Anguila, 83% dari total GDP-nya pada tahun 2003 berasal dari pengeluaran wisatawan, bagi Bahama, pengeluaran wisatawan merupakan 44% dari total GDP 2003, dan angka ini adalah 33% untuk Barbados, sementara GDP St. Lucia 64% berasal dari pengeluaran wisatawan (Duval, 2004). Bagi Fiji, sebuah negara pulau yang ada di Samudra Pasifik , pariwisata telah menjadi penghasil devisa kedua, hanya sedikit di bawah hasil utamanya, yaitu gula dan hasil pertanian lain. Pendapatan dari pariwisata pada tahun 1991 mencapai sekitar 35% dari total nilai ekspor negara ini. Bagi Tonga (juga di Samudra Pasifik), pariwisata menyumbang 70% dari total nilai ekspornya (Smith, 1996 : 43). Dengan pentingnya peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara, pariwisata sering disebut sebagai passport to development, new kind of sugar, tool for regional development, invisible export, non-poluting industry, dan sebagainya (Pitana, 2002a).

Jumlah wisatawan internasional senantiasa meningkat secara berlanjut, sebagaimana dapat dilihat dari gambaran statistik sejak tahun 1950. Demikian juga nilai devisa yang dihasilkan. Data menunjukkan bahwa jumlah wisatawan internasional meningkat dari sekitar 25 juta orang pada tahun 1950, menjadi 476 juta pada 1992, dan pada tahun 2000 angka ini mencapai 698,8 juta orang. Jumlah wisatawan internasional selalu mengalami peningkatan sampai penghujung milenium , dengan peningkatan tertinggi terjadi tahun 2000 (9,7%). Meskipun memasuki milenium ketiga dunia diguncang berbagai bencana, seperti Tragedi WTC atau 9/11 tragedy di Amerika Serikat. (11 September 2001), Tragedi Kuta (Bom Bali, 12 Oktober 2002), merebaknya wabah SARS (Maret-Juni 2003), Perang Amerika-Irak (mulai April 2003), dan wabah flu burung (November 2003a), tingkat penurunan jumlah kunjungan tidak terlalu besar, yaitu hanya –0,5% tahun 2001, kemudian naik 2,7% tahun 2002, dan turun lagi –1,2% tahun 2003, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari segi absolut, jumlah wisatawan internasional, masih cukup tinggi, yaitu mencapai 694 juta orang tahun 2003, dengan penerimaan 514,4 milyard dollar Amerika, atau menurun 2,2% dibandingkan tahun 2002 (WTO, 2004). Untuk tahun 2004, WTO melihat adanya perkembangan positif. Meskipun menyadari masih adanya ketidakpastian menyangkut aktivitas terorisme, dalam World Tourism Barometer 2004, WTO menyebutkan :

As the economic framework improves, companies are relaxing their once tight travel budgets and business tourism is finally showing signs recovery….Convidence returned among travellers and the industry and tourism sector is heading for a robust rebound in 2004….” (WTO, 2004 : 4 ).

Optimisme ini didukung oleh menguatnya indikator pertumbuhan ekonomi. Mengutip laporan International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai 4,6% tahun 2004 dan 4,4% tahun 2005, yang berada di atas angka pertumbuhan beberapa tahun terakhir (2,4% tahun 2001, 3,0% tahun 2002, dan 3,9% tahun 2003). Hal ini dikuatkan lagi dengan pulihnya ekonomi Amerika Serikat, Jepang, dan Cina.

Jumlah penerimaan pariwisata tahun 1950 diperkirakan hanya 2,1 M dolar AS, sedangkan pada tahun 1990 angka ini sudah mencapai 268,2 M dolar AS, dan pada tahun 2000 mencapai angka 475,8 M dolar AS. Pada tahun 1995, pariwisata menyumbangkan 10,9% dari pendapatan (GDP) dunia. Pada tahun 2001, industri pariwisata menciptakan GDP sebesar 3,3 triliun dolar AS, hampir 11% dari total GDP dunia. (UNEP, 2002). Pada tahun 2005, pariwisata menghasilkan penerimaan mencapai 7,2 triliun dolar AS, atau 11,4% dari GDP dunia (WTTC, 1995; dalam Wahab, 1999). WTO memprediksi bahwa pariwisata akan terus mengalami perkembangan, dengan rata-rata pertumbuhan jumlah wisatawan internasional sekitar 4% per tahun sampai dengan tahun 2010. Sementara itu, wisatawan domestik diperkirakan mencapai jumlah sepuluh kali lipat dibandingkan wisatawan internasional, yang juga besar peranannya dalam pembangunan ekonomi daerah tujuan wisata.

Dari segi penyerapan tenaga kerja, WTO melukiskan bahwa satu dari delapan pekerja di dunia ini kehidupannya tergantung, langsung ataupun tidak langsung, dari pariwisata. Pada tahun 1995, pariwisata telah menciptakan kesempatan kerja secara langsung untuk 211 juta orang. Pada tahun 2001, pariwisata telah menciptakan kesempatan kerja bagi 207 juta orang, atau lebih dari 8% kesempatan kerja di seluruh dunia (UNEP, 2002). Pada tahun 2005, diperkirakan pariwisata akan menciptakan lapangan kerja bagi 305 juta orang. Kalau mesin penggerak dalam penciptaan tenaga kerja pada Abad 19 adalah pertanian, dan pada Abad 20 adalah industri manufaktur, maka pada Abad 21, mesin penggerak tersebut adalah pariwisata (Dawid J. de Villiers, 1999; Salah Wahab, 1999). Pada tahun 2001, pariwisata menciptakan investasi sebesar 630 milyard dolar AS, atau sekitar 9% dari seluruh investasi dunia (UNEP, 2002).

Bagi Indonesia, peranan pariwisata semakin terasa, terutama setelah melemahnya peranan minyak dan gas, walaupun nilai nominalnya dalam dolar sedikit mengalami fluktuasi. Kunjungan wisatawan mancanegara menunjukkan trend naik dalam beberapa dasawarsa. Tahun 1969, Indonesia hanya dikunjungi oleh 86.067 wisman, kemudian meningkat menjadi 2.051.686 tahun 1990, dan 5.064.217 tahun 2000. Sejak tahun 1969 jumlah kunjungan wisman hanya mengalami pertumbuhan negatif sebanyak empat kali, yaitu tahun 1982, 1998, 1999, dan 2001. Kedatangan wisman tersebut telah memberikan penerimaan devisa yang sangat besar kepada Indonesia. Devisa yang diterima secara berturut-turut pada tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000 adalah sebesar 6,307.69; 5,321.46; 4,331.09; 4,710.22; dan 5,748.80 juta dolar AS (Santosa, 2001).

Peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi sudah jelas dari angka-angka statistik yang dikemukan di atas. Tetapi pariwisata bukan hanya masalah ekonomi, melainkan juga masalah sosial, budaya, politik, dan seterusnya. Pariwisata adalah suatu sistem yang multikompleks, dengan berbagai aspek yang saling terkait dan saling mempengaruhi antar sesama. Sebagai suatu aktivitas yang begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, pariwisata telah banyak menarik minat akademisi dari berbagai disiplin ilmu untuk mengkajinya. Jovicic (1977) bahkan mengusulkan agar kajian tentang pariwisata dikembangkan sebagai suatu disiplin tersendiri, yang disebut Tourismology. Hal ini didasarkan atas alasan bahwa pariwisata sebagai suatu fenomena yang kompleks tidak dapat dipahami secara komprehensif dengan menggunakan berbagai perspektif disiplin keilmuan yang ada sekarang. Pengembangan Tourismology akan memberikan peluang yang lebih baik untuk mengkaji berbagai masalah kepariwisataan sebagai suatu composite phenomena. Leiper (1995) juga mendukung pengembangan pariwisata sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri dengan menyebut tourismology ini sebagai tourism discipline.

III. KESIMPULAN

Sesungguhnya, pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri, ditandai oleh adanya pergerakan manusia yang melakukan ziarah dan perjalanan agama lainnya. Pariwisata berkembang karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum diketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana, atau untuk mendapat perjalanan baru.

Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pariwisata memang cukup menjanjikan sebagai primadona “eksport”, karena beberapa ciri positifnya. Dalam suasana di mana terjadi kelesuan perdagangan komuditas, ternyata pariwisata tetap mampu menunjukkan trend-nya yang meningkat secara terus-menerus.

Sejumlah organisasi internasional menunjukkan keinginannya untuk membiayai pariwisata, seperti Bank Dunia, di Washington, D.C., merupakan pendukung pembangunan pariwisata di negara-negara yang sedang membangun dan organisasi untuk Pembangunan dan Kerjasama Ekonomi (OECD), yang lewat komite pariwisatanya, OECD mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengan pariwisata dan membuat rekomendasi bagi negara-negara anggota. Sebagai tambahan publikasi dan laporan tahunan di bidang pariwisata, organisasi ini juga mempunyai peran aktif dalam mengumpulkan statistik pariwisata dan mendorong penggunaan definisi-definisi yang standar.


DAFTAR PUSTAKA

Ardika, Wayan. 2003. Pariwisata Budaya Berkelanjutan (Refleksi dan Harapan di Tengah Perkembangan Global). Unud–Program Studi Magister (S2) Kajian Pariwisata.

Geria, I Wayan. 1989. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, dan Global. Denpasar : Upada Sastra.

Mill, Christie. 1990. Tourism The International Business (Edisi Bahasa Indonesia). Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Paeni, Mukhlis, dkk. 2006. Bali Bangkit Bali Kembali. Unud–Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.

Pitana, I Gede, dkk. 2000. Daya Dukung Bali Dalam Pariwisata (Kajian dari Aspek Lingkungan dan Sosial Budaya), Unud–Bappeda Propinsi Bali, Denpasar.

Pitana, I Gede. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta : Andi Offset.

Yoeti, Oka. 1989. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta : Pradnya Paramita.

Sabtu, 24 Mei 2008

Pariwisata Global

I. PENDAHULUAN

Pariwisata berkembang karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum diketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana, atau untuk mendapat perjalanan baru.

Sesungguhnya, pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri, ditandai oleh adanya pergerakan manusia yang melakukan ziarah dan perjalanan agama lainnya. Sebagai fenomena modern, tonggal-tonggak bersejarah dalam pariwisata dapat ditelusuri dari perjalanan Marcopolo (1254-1324) yang menjelajahi Eropa, sampai ke Tiongkok, untuk kemudian kembali ke Venesia, yang kemudian disusul perjalanan Pangeran Henry (1394-1460), Cristopher Colombus (1451-1506), dan Vasco da Gama (akhir abad XV). Namun, sebagai kegiatan ekonomi, pariwisata baru berkembang pada awal Abad 19 dan sebagai industri internasional pariwisata dimulai tahun 1869 (Crick, 1989; Graburn dan Jafari, 1991).

Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pariwisata memang cukup menjanjikan sebagai primadona “eksport”, karena beberapa ciri positifnya. Dalam suasana di mana terjadi kelesuan perdagangan komuditas, ternyata pariwisata tetap mampu menunjukkan trend-nya yang meningkat secara terus-menerus. Data perkembangan pariwisata dunia menunjukkan bahwa pada saat terjadinya krisis minyak tahun 1970-an, maupun pada saat terjadinya resesi dunia awal tahun 1980-an, pariwisata dunia tetap melaju, baik dilihat dari jumlah wisatawan internasional maupun penerimaan devisa dari sektor pariwisata ini.

Bagi Indonesia, jejak pariwisata dapat ditelusuri kembali kepada dasawarsa awal Abad 20 (tepatnya 1910), yang ditandai dengan dibentuknya VTV (Vereeneging Toeristen Verkeer), sebuah badan pariwisata Belanda, berkedudukan di Batavia. Badan pemerintah ini sekaligus juga bertindak sebagai tour operator dan travel agent, yang secara gencar mempromosikan Indonesia (khususnya Jawa, kemudian Bali). Pada tahun 1926 berdiri pula di Jakarta sebuah cabang dari Lislind (Lissonne Lindeman) yang pada 1928 berubah menjadi Nitour (Nederlandsche Indische Touriten Bureau), sebagai anak perusahaan dari perusahaan pelayaran Belanda (KPM). KPM secara rutin melayani pelayaran yang menghubungkan Batavia, Surabaya, Bali, dan Makasar, dengan mengangkut wisatawan (Spillane, 1989; Vickers, 1989).

Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1946 pemerintah segera membentuk Honet (Hotel National and Tourism), sebuah badan yang diberikan tugas untuk menghidupkan kembali pariwisata, khususnya menangani perusahaan-perusahaan Belanda. Pada 1955 berdiri Natour dan YTI (Yayasan Tourisme Indonesia). Dengan usaha yang keras, badan-badan ini berhasil mengangkat pariwisata Indonesia, sehingga sempat terjadi “demam pariwisata” beberapa tahun lamanya. Kongres I YTI, 12-14 Januari 1957 (disebut pula Munas Tourisme I) melahirkan Dewan Tourisme Indonesia (DTI). Istilah “pariwisata” sendiri lahir belakangan, yaitu pada waktu Munas Tourisme II di Tretes, Jatim 12-14 Juni 1958, di mana “pariwisata” diartikan sebagai international tourism, sedangkan untuk domestic tourism dipopulerkan istilah dharma wisata.

Perpindahan orang untuk sementara ke suatu tujuan di luar tempat tinggal maupun tempat kerjanya yang biasa, serta aktivitas yang dilakukannya selama tinggal di tempat tujuan tersebut dan kemudahan-kemudahan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhannya adalah bagian dari pariwisata.

Wisata menurut UU No. 9/1990 tentang kepariwisataan didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara, serta perjalanan itu sebagian atau seluruhnya bertujuan untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Sedangkan pariwisata segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Seringkali, pariwisata hanya dilihat dalam bingkai ekonomi, padahal ia merupakan rangkaian dari kekuatan ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya yang bersifat global. Memang, pariwisata harus bisa dijual. Namun, pariwisata dapat juga memberikan manfaat dan menyumbang, antara lain kepada :

1. Pelestarian budaya dan adat istiadat,

2. Peningkatan kecerdasan masyarakat,

3. Peningkatan kesehatan dan kesegaran,

4. Terjaganya sumber daya alam dan lingkungan lestari,

5. Terpeliharanya peninggalan kuno dan warisan masa lalu, dan lain-lain.

Harus diakui pula, kadang kala kegiatan pariwisata membawa dampak negatif pada lingkungan alam maupun sosial budaya. Tetapi dalam kegiatan pariwisata yang terkonsep baik dan tertata rapi, dampak “menjual” itu pun dapat diminimalisasi. Konkretnya, pariwisata tidak akan menjual hutan, melainkan keindahan hutannya. Ia tidak akan menjual binatang langka, tetapi ia akan menjual kelangkaan binatang itu, dan seterusnya.

II. PEMBAHASAN

Organisasi Internasional

Organisasi Pariwisata Internasional bermarkas di Spanyol. Organisasi Pariwisata Dunia (WTO) dikenal sebagai organisasi pariwisata yang paling penting di dunia. Di antara banyak tugasnya, organisasi ini berfungsi sebagai konsultan bagi PBB. WTO mempromosikan pariwisata di seluruh dunia, khususnya pada negara-negara yang sedang membangun. WTO mengumpulkan informasi dan bahan-bahan yang dipublikasikan yang berhubungan dengan pola pariwisata dunia mutakhir, melakukan pendekatan pemasaran, dan juga pada kegiatan-kegiatan melindungi budaya dan sumber alam yang ada. Badan ini juga menyelenggarakan program pelatihan dan pendidikan. WTO juga berusaha memudahkan perjalanan internasional dengan berbagai cara : dengan mengurangi jumlah paspor dan visa yang dibutuhkan oleh negara-negara tertentu dan dengan menstandarkan tanda-tanda yang dipergunakan dalam kancah pariwisata internasional.

Sejumlah organisasi internasional menunjukkan keinginannya untuk membiayai pariwisata. Bank Dunia, di Washington, D.C., merupakan pendukung pembangunan pariwisata di negara-negara yang sedang membangun. Akan tetapi, sekarang ini jumlah dana yang dikucurkan untuk pembangunan pariwisata berkurang banyak.

Organisasi untuk Pembangunan dan Kerjasama Ekonomi (OECD) yang beranggotakan Australia, Belgia, Austria, Kanada, Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, Spanyol, Swedia, Switzerland, Turki, Inggris, dan AS, dibentk pada tahun 1960 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara anggota.

Lewat komite pariwisatanya, OECD mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengan pariwisata dan membuat rekomendasi bagi negara-negara anggota. Sebagai tambahan publikasi dan laporan tahunan di bidang pariwisata, organisasi ini juga mempunyai peran aktif dalam mengumpulkan statistik pariwisata dan mendorong penggunaan definisi-definisi yang standar.

Perkembangan Pariwisata Dunia

Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia, dan merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Negara-negara dan teritori, seperti Thailand, Singapore, Filipina, Fiji, Maladewa, Hawaii, Tonga, Galapagos, Barbados, Kepulauan Karibia, dan sebagainya, sangat tergantung pada devisa yang didapatkan dari kedatangan wisatawan. Bagi negara-negara di Kepulauan Karibia, pariwisata merupakan penyumbang terbesar dalam penciptaan pendapatan masyarakat dan negara. Di daerah Kepulauan Karibia, pariwisata telah menciptakan 2,5 juta kesempatan kerja atau sekitar 25% dari total kesempatan kerja pada tahun 2001 (Monsen, 2004). Pariwisata menyumbang US$ 9,2 milyard, atau 5,8% dari total GDP. Tahun 2011 pariwisata diprediksi akan menghasilkan penerimaan sekitar 18,7 milyard (Duval, 2004). Bagi Anguila, 83% dari total GDP-nya pada tahun 2003 berasal dari pengeluaran wisatawan, bagi Bahama, pengeluaran wisatawan merupakan 44% dari total GDP 2003, dan angka ini adalah 33% untuk Barbados, sementara GDP St. Lucia 64% berasal dari pengeluaran wisatawan (Duval, 2004). Bagi Fiji, sebuah negara pulau yang ada di Samudra Pasifik , pariwisata telah menjadi penghasil devisa kedua, hanya sedikit di bawah hasil utamanya, yaitu gula dan hasil pertanian lain. Pendapatan dari pariwisata pada tahun 1991 mencapai sekitar 35% dari total nilai ekspor negara ini. Bagi Tonga (juga di Samudra Pasifik), pariwisata menyumbang 70% dari total nilai ekspornya (Smith, 1996 : 43). Dengan pentingnya peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara, pariwisata sering disebut sebagai passport to development, new kind of sugar, tool for regional development, invisible export, non-poluting industry, dan sebagainya (Pitana, 2002a).

Jumlah wisatawan internasional senantiasa meningkat secara berlanjut, sebagaimana dapat dilihat dari gambaran statistik sejak tahun 1950. Demikian juga nilai devisa yang dihasilkan. Data menunjukkan bahwa jumlah wisatawan internasional meningkat dari sekitar 25 juta orang pada tahun 1950, menjadi 476 juta pada 1992, dan pada tahun 2000 angka ini mencapai 698,8 juta orang. Jumlah wisatawan internasional selalu mengalami peningkatan sampai penghujung milenium , dengan peningkatan tertinggi terjadi tahun 2000 (9,7%). Meskipun memasuki milenium ketiga dunia diguncang berbagai bencana, seperti Tragedi WTC atau 9/11 tragedy di Amerika Serikat. (11 September 2001), Tragedi Kuta (Bom Bali, 12 Oktober 2002), merebaknya wabah SARS (Maret-Juni 2003), Perang Amerika-Irak (mulai April 2003), dan wabah flu burung (November 2003a), tingkat penurunan jumlah kunjungan tidak terlalu besar, yaitu hanya –0,5% tahun 2001, kemudian naik 2,7% tahun 2002, dan turun lagi –1,2% tahun 2003, bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari segi absolut, jumlah wisatawan internasional, masih cukup tinggi, yaitu mencapai 694 juta orang tahun 2003, dengan penerimaan 514,4 milyard dollar Amerika, atau menurun 2,2% dibandingkan tahun 2002 (WTO, 2004). Untuk tahun 2004, WTO melihat adanya perkembangan positif. Meskipun menyadari masih adanya ketidakpastian menyangkut aktivitas terorisme, dalam World Tourism Barometer 2004, WTO menyebutkan :

As the economic framework improves, companies are relaxing their once tight travel budgets and business tourism is finally showing signs recovery….Convidence returned among travellers and the industry and tourism sector is heading for a robust rebound in 2004….” (WTO, 2004 : 4 ).

Optimisme ini didukung oleh menguatnya indikator pertumbuhan ekonomi. Mengutip laporan International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai 4,6% tahun 2004 dan 4,4% tahun 2005, yang berada di atas angka pertumbuhan beberapa tahun terakhir (2,4% tahun 2001, 3,0% tahun 2002, dan 3,9% tahun 2003). Hal ini dikuatkan lagi dengan pulihnya ekonomi Amerika Serikat, Jepang, dan Cina.

Jumlah penerimaan pariwisata tahun 1950 diperkirakan hanya 2,1 M dolar AS, sedangkan pada tahun 1990 angka ini sudah mencapai 268,2 M dolar AS, dan pada tahun 2000 mencapai angka 475,8 M dolar AS. Pada tahun 1995, pariwisata menyumbangkan 10,9% dari pendapatan (GDP) dunia. Pada tahun 2001, industri pariwisata menciptakan GDP sebesar 3,3 triliun dolar AS, hampir 11% dari total GDP dunia. (UNEP, 2002). Pada tahun 2005, pariwisata menghasilkan penerimaan mencapai 7,2 triliun dolar AS, atau 11,4% dari GDP dunia (WTTC, 1995; dalam Wahab, 1999). WTO memprediksi bahwa pariwisata akan terus mengalami perkembangan, dengan rata-rata pertumbuhan jumlah wisatawan internasional sekitar 4% per tahun sampai dengan tahun 2010. Sementara itu, wisatawan domestik diperkirakan mencapai jumlah sepuluh kali lipat dibandingkan wisatawan internasional, yang juga besar peranannya dalam pembangunan ekonomi daerah tujuan wisata.

Dari segi penyerapan tenaga kerja, WTO melukiskan bahwa satu dari delapan pekerja di dunia ini kehidupannya tergantung, langsung ataupun tidak langsung, dari pariwisata. Pada tahun 1995, pariwisata telah menciptakan kesempatan kerja secara langsung untuk 211 juta orang. Pada tahun 2001, pariwisata telah menciptakan kesempatan kerja bagi 207 juta orang, atau lebih dari 8% kesempatan kerja di seluruh dunia (UNEP, 2002). Pada tahun 2005, diperkirakan pariwisata akan menciptakan lapangan kerja bagi 305 juta orang. Kalau mesin penggerak dalam penciptaan tenaga kerja pada Abad 19 adalah pertanian, dan pada Abad 20 adalah industri manufaktur, maka pada Abad 21, mesin penggerak tersebut adalah pariwisata (Dawid J. de Villiers, 1999; Salah Wahab, 1999). Pada tahun 2001, pariwisata menciptakan investasi sebesar 630 milyard dolar AS, atau sekitar 9% dari seluruh investasi dunia (UNEP, 2002).

Bagi Indonesia, peranan pariwisata semakin terasa, terutama setelah melemahnya peranan minyak dan gas, walaupun nilai nominalnya dalam dolar sedikit mengalami fluktuasi. Kunjungan wisatawan mancanegara menunjukkan trend naik dalam beberapa dasawarsa. Tahun 1969, Indonesia hanya dikunjungi oleh 86.067 wisman, kemudian meningkat menjadi 2.051.686 tahun 1990, dan 5.064.217 tahun 2000. Sejak tahun 1969 jumlah kunjungan wisman hanya mengalami pertumbuhan negatif sebanyak empat kali, yaitu tahun 1982, 1998, 1999, dan 2001. Kedatangan wisman tersebut telah memberikan penerimaan devisa yang sangat besar kepada Indonesia. Devisa yang diterima secara berturut-turut pada tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000 adalah sebesar 6,307.69; 5,321.46; 4,331.09; 4,710.22; dan 5,748.80 juta dolar AS (Santosa, 2001).

Peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi sudah jelas dari angka-angka statistik yang dikemukan di atas. Tetapi pariwisata bukan hanya masalah ekonomi, melainkan juga masalah sosial, budaya, politik, dan seterusnya. Pariwisata adalah suatu sistem yang multikompleks, dengan berbagai aspek yang saling terkait dan saling mempengaruhi antar sesama. Sebagai suatu aktivitas yang begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, pariwisata telah banyak menarik minat akademisi dari berbagai disiplin ilmu untuk mengkajinya. Jovicic (1977) bahkan mengusulkan agar kajian tentang pariwisata dikembangkan sebagai suatu disiplin tersendiri, yang disebut Tourismology. Hal ini didasarkan atas alasan bahwa pariwisata sebagai suatu fenomena yang kompleks tidak dapat dipahami secara komprehensif dengan menggunakan berbagai perspektif disiplin keilmuan yang ada sekarang. Pengembangan Tourismology akan memberikan peluang yang lebih baik untuk mengkaji berbagai masalah kepariwisataan sebagai suatu composite phenomena. Leiper (1995) juga mendukung pengembangan pariwisata sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri dengan menyebut tourismology ini sebagai tourism discipline.

III. KESIMPULAN

Sesungguhnya, pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri, ditandai oleh adanya pergerakan manusia yang melakukan ziarah dan perjalanan agama lainnya. Pariwisata berkembang karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum diketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana, atau untuk mendapat perjalanan baru.

Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Pariwisata memang cukup menjanjikan sebagai primadona “eksport”, karena beberapa ciri positifnya. Dalam suasana di mana terjadi kelesuan perdagangan komuditas, ternyata pariwisata tetap mampu menunjukkan trend-nya yang meningkat secara terus-menerus.

Sejumlah organisasi internasional menunjukkan keinginannya untuk membiayai pariwisata, seperti Bank Dunia, di Washington, D.C., merupakan pendukung pembangunan pariwisata di negara-negara yang sedang membangun dan organisasi untuk Pembangunan dan Kerjasama Ekonomi (OECD), yang lewat komite pariwisatanya, OECD mempelajari masalah-masalah yang berhubungan dengan pariwisata dan membuat rekomendasi bagi negara-negara anggota. Sebagai tambahan publikasi dan laporan tahunan di bidang pariwisata, organisasi ini juga mempunyai peran aktif dalam mengumpulkan statistik pariwisata dan mendorong penggunaan definisi-definisi yang standar.


Senin, 12 Mei 2008

PURA BATUR SARI

PURA BATUR SARI

Desa Pakraman Pumahan secara administratif termasuk wilayah Desa Biaung, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Wilayah ini termasuk berada di daerah pegunungan, sehingga udaranya masih terasa sejuk bahkan di hari – hari tertentu udaranya sangat dingin. Curah hujan turun sangat tinggi, sehingga di wilayah ini sangat cocok untuk daerah pertanian. Memang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Dari kota kecamatan untuk sampai di Dusun Pumahan hanya membutuhkan waktu + 15 menit berkendaraan dan jarak tempuh + 3,5 km, dari kota kabupaten hanya dibutuhkan waktu + 45 menit dan jarak tempuh + 19 km.

Kondisi alam yang sejuk dan masih sangat alami serta lokasi yang jauh dari keramaian, sangat berpengaruh terhadap kehidupan spiritual penduduk di wilayah tersebut. Mereka masih sangat mempercayai dan sangat memelihara serta sangat mensakralkan tempat – tempat suci yang ada di wilayah tersebut. Salah satunya adalah Pura Batur Sari.

Pura Batur Sari merupakan Cagar Budaya yang tertuang dalam UU No. 5 Tahun 1992. Palinggih Utama Pura Batur Sari secara fisik masih terbuat dari batu – batu dan sangat alami. Diperkirakan Pura Batur Sari merupakan Payogan Ida Maharsi Markandya yang menganut Paham Siwa. Beliau di dalam melakukan Agni Hotra dilakukan di pura ini. Kesakralan dari Pura Batur Sari ini sangat kuat terasa karena lokasi dari pura ini sangat jauh dari keramaian dan dijaga secara niskala. Bagi Umat Hindu sangat perlu untuk sembahyang di pura ini memuja manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena Pura Batur Sari termasuk Kahyangan Jagat. Pura Batur Sari ini masih ada hubungannya dengan pura yang ada di Jatiluwih karena Ida Maharsi Markandya dari pura ini melanjutkan perjalanan menuju Jatiluwih. Pura ini diempon oleh penduduk Desa Pakraman Pumahan yang berjumlah 64 KK. Pujawali di Pura Batur Sari bertepatan dengan Purnama Sasih Kalima.

Dari penuturan Kelian Pura sekaligus Kelian Adat Desa Pakraman Pumahan ( I Nyoman Restika ) bahwa Palinggih Pura Batur Sari dari sejak pertama ditemukan + Abad VI secara fisik terbuat dari batu dan tidak boleh diperbaiki atau diperbaharui, karena tidak diperbolehkan secara niskala. Banyak Umat Hindu yang memberikan Dana – Punia bertujuan untuk memperbaiki atau memperbaharui Pura Batur Sari ini namun tidak dapat terlaksana yang disebabkan oleh hal – hal di luar nalar / akal sehat manusia. Bahkan pelataran pura pun masih tetap ditumbuhi oleh rerumputan dan tidak boleh diganti dengan semen / beton, sehingga keaslian pura pun masih sangat terasa. Hal ini juga didukung oleh arahan dari Dinas Purbakala Propinsi Bali agar tetap mempertahankan keberadaan Pura Batur Sari seperti baru pertama kali diketemukan.

Banyak penekun spiritual datang ke Pura Batur Sari untuk tujuan yang berbeda karena diperkirakan di Pura Batur Sari ini terpendam Harta Karun yang sangat utama secara niskala. Sang Sulinggih juga datang ke Pura Batur Sari untuk melakukan pemujaan mohon keselamatan jagat.

Pada Tanggal 18 Juni 2006 Ida Pandita Empu Nabe Parama Yogi Swara dari Griya Gede Manik Mas, Grokgak Gede – Tabanan dan Ida Pandita Empu Nabe Sadi Angga Yoga dari Griya Sading, Kukuh, Kerambitan – Tabanan beserta Pasraman Widya Shanta Dharma, Grokgak Gede Tabanan datang ke Pura Batur Sari dengan tujuan melakukan persembahyangan memuja kebesaran Beliau dan melakukan meditasi ( konsentrasi ) untuk menyatukan Sabda, Bayu, Idep, sehingga diperoleh petunjuk tentang keberadaan Pura Batur Sari tersebut. Dari hasil penelusuran secara niskala yang dilakukan oleh Ida Pandita Empu Nabe Parama Yogi Swara tersebut – lah didapatkan petunjuk bahwa Pura Batur Sari merupakan Kahyangan Jagat bukan pura penyungsungan kelompok / golongan, Payogan dari Ida Maharsi Markandya yang menganut Paham Siwa. Ida Maharsi Markandya juga menanam Panca Datu di Pura Batur Sari ini, sehingga di sekitar wilayah pura sangat sakral dan utama. Bagi penduduk di sekitar Pura Batur Sari agar senantiasa menjaga kesucian dan kesakralan pura tersebut, sehingga kedamaian dan ketenteraman akan dapat dicapai, hasil – hasil pertanian akan baik karena keutamaan aura dari Pura Batur Sari. Tatkala ada upacara / upakara besar di Desa Pakraman Pumahan patut memohon Tirta Pamuput di Pura Batur Sari.

Demikian sekilas tentang keberadaan Pura Batur Sari yang merupakan tempat suci Umat Hindu dan aset bangsa karena merupakan Cagar Budaya. Hendaknya kita peduli dan tetap menjaga salah satu tempat suci yang sangat sakral dan utama, sehingga alam Bali khususnya tetap dilindungi oleh Beliau dan Bangsa Indonesia pada umumnya. Di Jaman Kaliyuga ini keberadaan tempat suci sangat dibutuhkan oleh umat untuk senantiasa dapat menemukan keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki. Kepedulian kita semua sangat diharapkan demi kelangsungan dari Pura Batur Sari.